Terletak di Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati
yang dikenal sebagai Kampung Pesantren.Desa yang posisinya jauh dari
keramaian kota sekitar lebih kurang 18 Km dari Kota Pati ke Utara dengan
kondisi jalan sudah beraspal.
Mbah Mutamakkin adalah seorang ulama Waliullah yang banyak mempunyai karomah dan telah berjasa besar dalam perintisan dan penyebaran Agama Islam, seorang faqih yang di segani se r ta berpandangan jauh beliau berdakwah dari tempat ke tempat yang dianggap tepat sasaran.Setiap tanggal 10 Muharam Hari Haul beliau diperingati dengan penuh hidmat. yang berasal dari Tuban, Jawa Timur.
Mbah Mutamakkin adalah seorang ulama Waliullah yang banyak mempunyai karomah dan telah berjasa besar dalam perintisan dan penyebaran Agama Islam, seorang faqih yang di segani se r ta berpandangan jauh beliau berdakwah dari tempat ke tempat yang dianggap tepat sasaran.Setiap tanggal 10 Muharam Hari Haul beliau diperingati dengan penuh hidmat. yang berasal dari Tuban, Jawa Timur.
Di kampung asalnya, beliau juga dikenal dengan nama “Mbah mBolek”,
sesuai nama desanya yaitu Cebolek. Nama “Mutamakkin” yang bermakna orang
yang meneguhkan hati atau yang diyakini akan kesuciannya konon adalah
gelar yang diberikan kepada beliau seusai dari menuntut ilmu dari Timur
Tengah.
Garis keturunan Mbah Mutamakkin dari bapak adalah Sultan Trenggono
(Raja Demak III tahun 1521-1546) yang bertemu dengan pada silsilah Raden
Fatah (Pendiri Kerajaan Demak 1478-1518). Dari Ibu, keturunan Sayid Ali
Bejagung, Tuban Jatim. Sayid Ali ini mempunyai putera bernama Raden
Tanu, Tanu ini mempunyai seorang puteri, yakni ibu Mbah Mutamakkin.
“Sumohadiwijaya” adalah nama ningrat Mbah Mutamakkin. Putera Pangeran
Benawa II (Raden Sumohaidnegara) bin Pangeran Benawa I (Raden
Hadiningrat) bin Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) bin Ki Ageng Pengging
bin Ratu Pembayun binti Prabu Brawijaya. Ratu Pembayun adalah saudara
perempuan Raden Fatah. Istri Jaka Tingkir adalah Putri Sultan Trenggono
bin Raden Fatah.
Diperkirakan beliau hidup sekitar tahun 1685-1710. Konon, sepulang
dari Timur Tengah, Mbah Mutamakkin tidak langsung pulang melainkan pergi
ke daerah utara Pati. Beliau tinggal di Cebolek di sebelah utara desa
Kajen. Terdapat pula cerita yang berkembang di masyarakat setempat
(foklor) menyebutkan, sepulangnya dari menunaikan Ibadah haji, beliau
menaiki jin. Tiba-tiba di tengah laut, oleh jinnya, beliau dijatuhkan di
tengah laut. Kemudian beliau diselamatkan “Ikan Mladang”. Beliau
dilemparkan sampai di suatu tempat. Tempat tersebut dinamai Desa
Cebolek. Ada dua versi tentang asal usul desa ini. Pertama adalah dari
kata “ceblok” (jatuh), dan kedua “Jebol-jebul melek” (tiba-tiba membuka
mata). Di Cebolek, Pati, beliau tinggal.
Suatu malam, Mbah Mutamakkin melihat sinar yang terang di langit.
Karena heran, kemudian beliau mencari dari mana asal sinar tersebut.
Ternyata sinar tersebut adalah sinar K.H Syamsuddin, pemangku Desa Kajen
yang sedang melaksanakan shalat tahajjud. Tidak banyak cerita yang
berkembang, kemudian Mbah Mutamakkin dinikahkan dengan putrinya Nyai
Qodimah.
Mbah Mutamakkin memiliki putra yaitu Nyai Alfiyah Godeg, Kiai Bagus,
Kiai Endro Muhammad. Putra kedua, Kiai Bagus kemudian bertempat tinggal
di Jawa Timur. Di negeri orang tersebut, Kiai Bagus memiliki keturunann
antara lain KH Hasyim Asyari (Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng,
Jombang), dan K.H Bisri Syamsuri (Pendiri Pondok Pesantren Denanyar,
Jombang). Keduanya ini adalah kakek Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Sedangkan Alfiyah dan Endro tetap tinggal di kajen. Pada akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20, banyak keturunan Mbah Mutamakkin yang
mendirikan sejumlah pondok pesantren (Ponpes) di Kajen. Misalnya pada
tahun 1900, Kiai Nawawi putra KH Abdullah mendirikan Ponpes Kulon Banon
atau Taman Pendidikan Islam Indonesia (TPII). Pesantren ini adalah
Pospes tertua di Desa Kajen.
Menyusul kemudian, KH Ismail mendirikan Ponpes Raudhatul Ulum (PPRU),
Tahun 1902, KH Siraj, putra KH Ishaq mendirikan Ponpes Wetan Banon yang
kemudian dikenal dengan Ponpes Salafiyah yang kemudian dilanjutkan oleh
KH Baidhowi Siroj. Penamaan Kulon atau wetan banon ini didasarkan atas
posisinya dari komplek pesarean Mbah Mutamakkin yang dikelilingi tembok
besar (banon).
Sekitar tahun 1910, K.H Abdussalam (Mbah Salam), saudara Mbah Nawawi,
mendirikan pesantren di bagian Barat Desa Kajen yang dinamakan Popes
Pologarut. Dalam perkembangannya menjadi Ponpes Maslakhul Huda Polgarut
Putra (PMH Putra) dan Polgarut Selatan (PMH Pusat). Murid dari Mbah
Mutamakkin sangat banyak. Di antranya Mbah Ronggokusumo, Kiai Mizan, dan
Kiai Shaleh. Mbah Ronggo putra kiai ageng Meruwut, yang masih keponakan
Mbah Mutamakkin. Dia ditugaskan di Ngemplak.
Peninggalan Arkeologis
Pesarean (makam) Mbah Mutamakkin berada di Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati. Tepatnya 18 kilometer ke arah utara Kota Pati. Salah satu peninggalan beliau adalah sebuah masjid yang klasik. Masjid Kajen, orang setempat menyebutnya. Masjid tersebut terbilang unik. Pasalnya, hampir seluruh bagiannya terbuat dari kayu jati.
Walaupun pernah dipugar beberapa kali, namun dua saka (tiang) yang berada paling depan yang disebut “saka nganten,” dan dua buah pintu yang berada di sebelah utara dan selatan masih tetap utuh.
Pesarean (makam) Mbah Mutamakkin berada di Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati. Tepatnya 18 kilometer ke arah utara Kota Pati. Salah satu peninggalan beliau adalah sebuah masjid yang klasik. Masjid Kajen, orang setempat menyebutnya. Masjid tersebut terbilang unik. Pasalnya, hampir seluruh bagiannya terbuat dari kayu jati.
Walaupun pernah dipugar beberapa kali, namun dua saka (tiang) yang berada paling depan yang disebut “saka nganten,” dan dua buah pintu yang berada di sebelah utara dan selatan masih tetap utuh.
Seperti umumnya masjid jami’, di Masjid Kajen juga terdapat sebuah
mimbar. Mimbar yang diyakini buah karya Mbah Mutamakkin penuh dengan
ornament yang tinggi seninya. Banyak penafsiran tentang ornament
tersebut. Misalnya bulan sabit yang dipatok burung bangau. Artinya:
semangat dan do’a akan snggup untuk menggapai cita-cita yang mulia.
Pada mimbar juga terdapat sebuah ukiran berbentuk kepala naga yang berjumlah dua, yakni sebelah kanan dan kiri mimbar. Ada juga yang mempercayai dua kepala naga tersebut adalah naga milik Aji Saka (Tokoh legenda sejarah masuknya Islam di Tanah Jawa yang dianggap juga seletak penanggalan tahun saka). Selain masjid, terdapat juga peninggalan berupa sumur Mbah Mutamakkin yang berada di Desa bulumanis. Air tersebut tidak berasa tawar meskipun berjarak sekitar satu kilometer dari laut.
Pada mimbar juga terdapat sebuah ukiran berbentuk kepala naga yang berjumlah dua, yakni sebelah kanan dan kiri mimbar. Ada juga yang mempercayai dua kepala naga tersebut adalah naga milik Aji Saka (Tokoh legenda sejarah masuknya Islam di Tanah Jawa yang dianggap juga seletak penanggalan tahun saka). Selain masjid, terdapat juga peninggalan berupa sumur Mbah Mutamakkin yang berada di Desa bulumanis. Air tersebut tidak berasa tawar meskipun berjarak sekitar satu kilometer dari laut.
Sumber: http://kabupatenpati.com/makam-syech-kh-ahmad-mutamaqin-pati/
No comments:
Post a Comment