Peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno pada suharto diiringi
kematian ratusan ribu orang. Sejumlah kalangan menyebut peralihan
kekuasaan itu sebagai kudeta merangkak. Setahap demi setahap, suharto
mulai menggembosi kekuasaan Presiden Ir. Soekarno
Berangkat dari surat perintah 11 Maret 1966, suharto mulai bergerak
cepat. Keesokan harinya dia membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI)
dan didukung MPRS, PKI dinyatakan sebagai partai terlarang.
Lalu Soeharto mulai menangkap anggota kabinet Dwikora yang diduga
terlibat PKI. 16 Menteri ditangkap walau tak jelas apa peran mereka
dalam gerakan 30 September. Saat itu suharto bergerak didukung mahasiswa
dan rakyat yang anti-PKI.
Puncaknya, 7 Maret 1967 MPRS bersidang untuk mencabut mandat Presiden
Soekarno kemudian melantik suharto sebagai pejabat presiden.
Proses pengambilalihan kekuasaan antar rezim biasa terjadi. Tapi yang
menyakitkan, suharto kemudian memperlakukan Presiden Ir. Soekarno
sebagai pesakitan. Rasanya tak adil seorang proklamator berjasa besar
diperlakukan demikian.
Berikut dosa-dosa suharto pada Presiden Ir. Soekarno:
1. Menjadikan Soekarno tahanan rumah
suharto menahan Presiden Ir. Soekarno di Wisma Yasoo, Jl Gatot Soebroto,
Jakarta. Rumah ini dulunya adalah kediaman salah satu istri Ir.
Soekarno, Ratna Sari Dewi.
Di tahanan itu, suharto melarang Presiden Ir. Soekarno menemui tamu. Dia
diasingkan dari dunia luar. Belakangan pemerintah Orde Baru juga
melarang Ir. Soekarno membaca koran , mendengarkan radio dan menonton
televisi.
Akibat pengasingan ini, Presiden Ir. Soekarno mulai pikun. Sejumlah
saksi menyebutkan Presiden Ir. Soekarno kerap bicara sendiri. Dia
kemudian sakit dan akhirnya meninggal.
2. Tolak lokasi makam Soekarno
Presiden Ir. Soekarno pernah berpesan ingin dimakamkan di kawasan batu
Tulis Bogor. Di tengah hamparan sawah, pegunungan dan gemericik air
sungai.
Tapi suharto merasa terlalu berbahaya jika makam Presiden Ir. Soekarno
terlalu dekat dengan Jakarta. Dia memindahkan lokasi penguburan ke
Blitar, Jawa Timur. Alasan suharto, Presiden Ir. Soekarno sangat dekat
dengan ibunya dulu di Blitar.
Protes sejumlah keluarga Presiden Ir. Soekarno tak didengar suharto.
Rupanya Orde Baru masih khawatir dengan kharisma pemimpin besar revolusi
ini.
3. Biarkan penyakit Ir. Soekarno
Selama menjadi tahanan politik, kondisi Presiden Ir. Soekarno semakin memburuk. Dia menderita penyakit ginjal dan rematik.
Pemerintah Orde Baru tak pernah memperlakukan Presiden Ir. Soekarno
sebagai mantan pemimpin besar. Mereka memperlakukan Presiden Ir.
Soekarno seperti penjahat politik yang berseberangan dengan penguasa.
Tahun 1969, saat Presiden Ir. Soekarno menghadiri pernikahan Rachmawati,
itulah kala pertama dia bisa keluar dari tahanan rumah. Dengan
pengawalan ketat Ir. Soekarno hadir.
Saat itu hampir semua hadirin menangis melihat Presiden Ir. Soekarno
yang tampak lemah, wajahnya bengkak-bengkak dan kondisi fisiknya sangat
menurun.
4. Habisi para Soekarnois
Orde Baru memandang Soekarnois atau pengagum ajaran Bung Karno sama
berbahayanya dengan Partai Komunis Indonesia. Maka saat pembunuhan itu,
seringkali para algojo tak ambil pusing apakah target mereka Soekarnois
atau komunis.
Jika mau melawan, sebenarnya massa pendukung Presiden Ir. Soekarno masih banyak. Begitu pula tentara loyalis Ir. Soekarno.
Setidaknya ada angkatan udara, KKO (sekarang marinir), Divisi Siliwangi
dan Brawijaya yang loyal padanya. Tapi Presiden Ir. Soekarno memilih
mengalah, walau diperlakukan seperti tawanan. Dia tak ingin ada banjir
darah lagi di Indonesia.
5. Jauhkan Presiden Ir. Soekarno dari orang-orang dekatnya
suharto melarang semua orang menjenguk Presiden Ir. Soekarno. Termasuk
keluarga dekatnya. Ada pengawal kesayangan Ir. Soekarno yang juga
akhirnya dipenjara oleh suharto.
AKBP Mangil Martowidjojo mungkin adalah perwira polisi yang paling
disayang Presiden Ir. Soekarno. Perwira polisi ini adalah Komandan
Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Bung Karno.
Mangil mendampingi Ir. Soekarno mulai dari detik proklamasi, hijrah ke
Yogyakarta hingga melindungi Presiden Ir. Soekarno dari ancaman granat
dan penembakan.
Tahun 1967, Mangil tak membiarkan konvoi Presiden Ir. Soekarno dihadang
tentara RPKAD. Dia adu gertak dengan perwira RPKAD, sementara anak
buahnya kokang senjata melindungi Ir. Soekarno.
Setelah peristiwa itu, suharto kemudian membubarkan DKP. Mangil pun terpaksa meninggalkan Ir. Soekarno.
Sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/5-dosa-soeharto-pada-soekarno/tolak-lokasi-makam-soekarno.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment